Sengketa Tanah Meruya
Gonjang-ganjing eksekusi lahan di Meruya Selatan, Jakarta Barat mencuat ke permukaan. Hal ini disinyalir karena PT Portanigra telah memenangkan kasus sengketa tanah di Meruya Selatan, Jakarta Barat, hingga tingkat kasasi. Eksekusi tanah pun akan dilakukan pada 21 Mei 2007. Tentu saja kasus ini menimbulkan berbagai keresahan dikalangan warga bahwa memiliki tanah dengan sertifikat hak milik atau Hak Guna Bangunan belum menjadi jaminan bahwa tanahnya akan aman. Karena merekalah yang terkena langsung imbas dalam kasus ini.
Sengketa tanah ini menjadi perbincangan dikalangana masyarakat, karena lahan di kawasan meruya selatan ini telah menjadi perkampungan moderen. Bahkan di lahan tersebut juga terdapat perumahan Pemprov DKI. Berbagai tudingan miring di tujukan langsung ke PT Portanigra. Merasa terpojok, PT Portanigra alih-alih juga menyalahkan Badan Pertahanan Nasional (BPN) karena mengeluarkan sertifikat tanah pada ribuan warga Meruya Selatan, meskipun status tanah tersebut adalah sita jaminan Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Berbagai bukti dibeberkan oleh pihak PT Portanigra, dimana Status sita jaminan itu dikeluarkan Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada 1997. Selama sita jaminan, Portanigra berjuang ke Pengadilan Tinggi Jakarta dan Mahkamah Agung (MA). Hingga pada 2000 dan 2001 keluarlah putusan MA yang menyatakan, Portanigra berhak menguasai lahan di Meruya Selatan seluas 15 ha dan 44 ha dalam kondisi kosong.
Usut punya usut ternyata ada banyak penyimpangan dalam kasus sengketa tanah Meruya Selatan ini. Aksi cuci tangan dalam permasalahan kasus sengketa tanah inipun tak bisa dielakkan lagi.Tentu saja perseteruan ini makin membuat bingung warga Meruya Selatan yang merasa bahwa tanah yang di miliki adalah sah milik dia karena mereka sudah memiliki setifikat yang sah. Secara keseluruhan ada 6.426 sertifikat yang telah keluar. Dimana, 4.428 merupakan sertifikat hak milik, 1.908 hak guna bangunan, dan 90 hak pakai.
Meski warga Meruya Selatan sudah memegang sertifikat yang sah, namun kasus tersebut tetap meresahkan warga yang tinggal di ligkungan tersebut. Berbagai reaksi di lakukan oleh warga setempat. Terutama terhadap putusan Mahkamah Agung No 2863 K/pdt/1999, tertanggal 26 Juni 2001. Dimana dalam putusan tersebut, Mahkamah agung memengkan PT Portanigra atas Juhri Bin Geni, Yahya Bin Geni dan M Yatim Tugono. terhadap lahan seluas 44 ha di daerah Meruya Selatan.PT Portanigra sendiri merupakan perusahaan yang berdiri pada 3 April 1970.
Keresahan masyarakat inipun ditindaklanjuti oleh Pemprov DKI dengan melakukan pendataan aset tanah milik pemda yang ada di Kelurahan Meruya Selatan, Jakarta Barat. Inventarisasi ini dilakukan untuk menyusun gugatan perlawanan atas putusan kasasi MA. Tak hanya itu, Gubenur DKI Sutiyoso pun angkat bicara dengan mengatakan bahwa ia akan berada di belakang warga Meruya Selatan dalam menghadapi kasus eksekusi tanah ini.
Begitu banyak reaksi yang yang muncul kepermukaan ternyata membuat gerah pihak PT Portanigra, melalui pengacaranya, mereka mencoba menjelaskan duduk permasalah mengenai masalah eksekusi tersebut. Mereka menjelaskan bahwa eksekusi yang akan dilakukan itu sudah sesuai dengan penetapan pengadilan dan kesepakatan yang dibuat PT Portanigra dengan 12 instansi seperti Polda Jaya, Walikota, Polres Jakarta Barat, tanggal 26 April lalu.
Atas kasus sengketa tanah ini berbagai kalangan instansi pemerintahan ikut 'turun'. Tak hanya Gubenur Sutiyoso yang angkat bicara, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) juga memberi pernyataan agar warga meruya yang telah memiliki sertifikat tanah tidak perlu kuatir akan lahan yang sudah menjadi miliknya.
Cukup pelik memang masalah yang dihadapi warga Meruya Selatan. Karena banyak sekali pihak-pihak yang terlibat dalam jual beli lahan Meruya Selatan ini. Dan sepertinya butuh waktu yang panjang untuk bisa menyelesaikannya. Yang pasti, harus ada solusi yang baik antara warga dengan pihak-pihak terkait yang ikut terlibat dalam masalah ini. Karena jika tidak, maka akan muncul pesepsi baru dikalangan masyarakat tentang keabsahan sebuah sertifikat tanah.(ida)
Cukup pelik memang masalah yang dihadapi warga Meruya Selatan. Karena banyak sekali pihak-pihak yang terlibat dalam jual beli lahan Meruya Selatan ini. Dan sepertinya butuh waktu yang panjang untuk bisa menyelesaikannya. Yang pasti, harus ada solusi yang baik antara warga dengan pihak-pihak terkait yang ikut terlibat dalam masalah ini. Karena jika tidak, maka akan muncul pesepsi baru dikalangan masyarakat tentang keabsahan sebuah sertifikat tanah.(ida)
Penyelesaian :
Untuk menyelesaiakan kasus sengketa tanah Meruya ini dapat memakai cara Adjudication atau Ajudikasi. Adjudication merupakan penyelesaian perkara atau sengketa dipengadilan. Kasus ini merupakan kasus yang rumit dan melibatkan banyak pihak. Maka dari itu cara penyelesaian yang efektif adalah melalui jalur hukum. Penyelesaian kasus Meruya ini harus dilakukan melalui pengadilan yang berkeadilan. Keadilan disini harus seimbang, tidak memihak atau tidak berat sebelah. Bila tidak ada azas keadilan maka kasus ini tidak aka nada jala keluar dan terus berlarut-larut dalam konflik. Dimana warga tidak memperoleh persamaan hak berupa pengakuan kemilikan tanah saat MA memenangkan gugatan PT. Portanigra.
Kasus Meruya memberi pembelajaran tentang proses hukum yang tidak boleh berlarut-larut, pentingnya sertifikat dalam kepemilikan tanah, tentang putusan pengadilan serta pelaksanaannya yang berkeadilan, dan juga perlunya kerja sama antara pengadilan dan lembaga negara yang menangani masalah pertanahan.
Nama : Yanita Permata Sari
NPM : 28210594]
Kelas : 2EB18
Tugas Khusus 3