Sabtu, 31 Maret 2012

Tugas Khusus 3

Diposting oleh nithaaa di 04.59 0 komentar
Sengketa Tanah Meruya

Gonjang-ganjing eksekusi lahan di Meruya Selatan, Jakarta Barat mencuat ke permukaan. Hal ini disinyalir karena PT Portanigra telah memenangkan kasus sengketa tanah di Meruya Selatan, Jakarta Barat, hingga tingkat kasasi. Eksekusi tanah pun akan dilakukan pada 21 Mei 2007. Tentu saja kasus ini menimbulkan berbagai keresahan dikalangan warga bahwa memiliki tanah dengan sertifikat hak milik atau Hak Guna Bangunan belum menjadi jaminan bahwa tanahnya akan aman. Karena merekalah yang terkena langsung imbas dalam kasus ini.
Sengketa tanah ini menjadi perbincangan dikalangana masyarakat, karena lahan di kawasan meruya selatan ini telah menjadi perkampungan moderen. Bahkan di lahan tersebut juga terdapat perumahan Pemprov DKI. Berbagai tudingan miring di tujukan langsung ke PT Portanigra.  Merasa terpojok, PT Portanigra alih-alih juga menyalahkan Badan Pertahanan Nasional (BPN) karena mengeluarkan sertifikat tanah pada ribuan warga Meruya Selatan, meskipun status tanah tersebut adalah sita jaminan Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Berbagai bukti dibeberkan oleh pihak PT Portanigra, dimana Status sita jaminan itu dikeluarkan Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada 1997. Selama sita jaminan, Portanigra berjuang ke Pengadilan Tinggi Jakarta dan Mahkamah Agung (MA). Hingga pada 2000 dan 2001 keluarlah putusan MA yang menyatakan, Portanigra berhak menguasai lahan di Meruya Selatan seluas 15 ha dan 44 ha dalam kondisi kosong.
Usut punya usut ternyata ada banyak penyimpangan dalam kasus sengketa tanah Meruya Selatan ini. Aksi cuci tangan dalam permasalahan kasus sengketa tanah inipun tak bisa dielakkan lagi.Tentu saja perseteruan ini makin membuat bingung warga Meruya Selatan yang merasa bahwa tanah yang di miliki adalah sah milik dia karena mereka sudah memiliki setifikat yang sah. Secara keseluruhan ada 6.426 sertifikat yang telah keluar. Dimana, 4.428 merupakan sertifikat hak milik, 1.908 hak guna bangunan, dan 90 hak pakai.
Meski warga Meruya Selatan sudah memegang sertifikat yang sah, namun kasus tersebut tetap meresahkan warga yang tinggal di ligkungan tersebut. Berbagai reaksi di lakukan oleh warga setempat. Terutama terhadap putusan Mahkamah Agung No 2863 K/pdt/1999, tertanggal 26 Juni 2001. Dimana dalam putusan tersebut, Mahkamah agung memengkan PT Portanigra atas Juhri Bin Geni, Yahya Bin Geni dan M Yatim Tugono. terhadap lahan seluas 44 ha di daerah Meruya Selatan.PT Portanigra sendiri merupakan perusahaan yang berdiri pada 3 April 1970.
Keresahan masyarakat inipun ditindaklanjuti oleh Pemprov DKI dengan melakukan pendataan aset tanah milik pemda yang ada di Kelurahan Meruya Selatan, Jakarta Barat. Inventarisasi ini dilakukan untuk menyusun gugatan perlawanan atas putusan kasasi MA. Tak hanya itu, Gubenur DKI Sutiyoso pun angkat bicara dengan mengatakan bahwa ia akan berada di belakang warga Meruya Selatan dalam menghadapi kasus eksekusi tanah ini.
Begitu banyak reaksi yang yang muncul kepermukaan ternyata membuat gerah pihak PT Portanigra, melalui pengacaranya, mereka mencoba menjelaskan duduk permasalah mengenai masalah eksekusi tersebut. Mereka menjelaskan bahwa eksekusi yang akan dilakukan itu sudah sesuai dengan penetapan pengadilan dan kesepakatan yang dibuat PT Portanigra dengan 12 instansi seperti Polda Jaya, Walikota, Polres Jakarta Barat, tanggal 26 April lalu.
Atas kasus sengketa tanah ini berbagai kalangan instansi pemerintahan ikut 'turun'. Tak hanya Gubenur Sutiyoso yang angkat bicara, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) juga memberi pernyataan agar warga meruya yang telah memiliki sertifikat tanah tidak perlu kuatir akan lahan yang sudah menjadi miliknya.

Cukup pelik memang masalah yang dihadapi warga Meruya Selatan. Karena banyak sekali pihak-pihak yang terlibat dalam jual beli lahan Meruya Selatan ini. Dan sepertinya butuh waktu yang panjang untuk bisa menyelesaikannya. Yang pasti, harus ada solusi yang baik antara warga dengan pihak-pihak terkait yang ikut terlibat dalam masalah ini. Karena jika tidak, maka akan muncul pesepsi baru dikalangan masyarakat tentang keabsahan sebuah sertifikat tanah.(ida)

Penyelesaian :
Untuk menyelesaiakan kasus sengketa tanah Meruya ini dapat memakai cara Adjudication atau Ajudikasi. Adjudication merupakan penyelesaian perkara atau sengketa dipengadilan. Kasus ini merupakan kasus yang rumit dan melibatkan banyak pihak. Maka dari itu cara penyelesaian yang efektif adalah melalui jalur hukum. Penyelesaian kasus Meruya ini harus dilakukan melalui pengadilan yang berkeadilan. Keadilan disini harus seimbang, tidak memihak atau tidak berat sebelah. Bila tidak ada azas keadilan maka kasus ini tidak aka nada jala keluar dan terus berlarut-larut dalam konflik. Dimana warga tidak memperoleh persamaan hak berupa pengakuan kemilikan tanah saat MA memenangkan gugatan PT. Portanigra.
Kasus Meruya memberi pembelajaran tentang proses hukum yang tidak boleh berlarut-larut, pentingnya sertifikat dalam kepemilikan tanah, tentang putusan pengadilan serta pelaksanaannya yang berkeadilan, dan juga perlunya kerja sama antara pengadilan dan lembaga negara yang menangani masalah pertanahan.

Nama : Yanita Permata Sari
NPM   : 28210594]
Kelas  : 2EB18
Tugas Khusus 3
READ MORE - Tugas Khusus 3

Senin, 26 Maret 2012

Tugas Khusus 2

Diposting oleh nithaaa di 04.03 0 komentar
Siti Hajar & Nirmala Bonat, TKW Korban Penyiksaan di Malaysia

Kasus penganiayaan TKW asal Indonesia di Malaysia oleh majikannya sering diungkapkan oleh media. Baru-baru ini, media mengungkap penganiayaan Siti Hajar (33), TKW asal Jawa Tengah. Bentuk penganiayaan yang diterima Siti tidak manusiawi, selain disiram dengan air panas, juga sering dipukul dengan kayu di sekujur tubuhnya jika melakukan kesalahan dalam bekerja. Selain penyiksaan, Siti Hajar juga tidak pernah menerima gaji selama selama masa kerjanya, 34 bulan.
Kejadian mengenaskan sudah pernah juga dialami oleh Nirmala Bonas, TKW asal Nusa Tenggara Timur. Oleh majikannya, dadanya disterika, badannya disiram air panas hingga pada melepuh, dan kepalanya dipukul hanger hingga menimbulkan luka parah dan sadis. Lebih parahnya, majikan yang menyiksa Nirmala Bonas tidak mengakui kesalahannya, dan mengatakan bahwa hal tersebut merupakan perbuatan Nirmala sendiri, yang oleh majikan dianggap memiliki kelainan jiwa. Sementara majikan Siti Hajar, mengakui kesalahannya, kemudian meminta maaf dan bersedia membayar seluruh gaji Siti Hajar selama 34 bulan. Majikan Siti Hajar tersebut kini sedang menjalani proses hukum, sementara majikan Nirmala Bonat dikenakan hukuman 18 tahun penjara (sejak 2008).
Penyelesaian :
Tenaga Kerja Wanita atau yang lebih dikenal dengan sebutan TKW ini tak pernah luput dari pemberitaan media. Dan pemberitaan itu tidak jauh dari yang namanya kekerasan. Banyak sekali kekerasan yang terjadi pada TKW, bahkan diantara mereka ada yang pulang dalam keadaan meninggal dunia.
Lemahnya hukum tentang tenaga kerja Indonesia. TKW merupakan tanggung jawab pemerintah, tapi pemerintah seakan menutup mata dengan keadaan seperti ini. Pencegahan kekerasan terhadap TKW memang sulit, ini dikarenakan mereka kerja bukan didaerah kekuasaan Indonesia. Namun alngkah baiknya jika pemerintah menghentikan pengiriman TKW ke luar negeri, dan memperbanyak lapangan kerja dalam negeri.
Penyebab seseorang ingin berkerja diluar negeri adalah faktor ekonomi yang rendah, sehingga dia menjadi TKW karena peluang mendapat pekerjaan sangat tinggi, dan gaji yang diterimapun lumayan besar.
TKW sering disebut Pahlawan Devisa, karena dalam setahun bisa mendapatkan devisa yang besar. Namun pada kenyataannya TKW menjadi ajang pungutan liar bagi para pejabat dan agen yang terkait.
Nama           : Yanita Permata Sari
NPM            : 28210594
Kelas           : 2EB18
Tugas Khusus 2

READ MORE - Tugas Khusus 2

Kamis, 22 Maret 2012

Tugas Khusus 1

Diposting oleh nithaaa di 22.04 0 komentar

Hukuman Bagi Koruptor di Indonesia Terlalu Ringan

Jakarta-Koruptor seolah mendapat tempat di Indonesia. Selain mengkorup uang rakyat, hukuman bagi merekapun tidak seberapa. Apalagi fasilitas pengurangan hukuman atau remisi membuat mereka tidak menjadi jera.
“Permasalahannya hukuman koruptor itu terlalu ringan di Indonesia.” Kata anggota Komisi III Gayus Lumbuum di Gedung DPR. Senayan. Jakarta. Selasa (24/8/2010)
Politisi PDIP ini menjelaskan prosedur remisi yang diperoleh seorang napi koruptor. Biasanya dalam tindak pidana biasa, seorang baru bisa mendapat remisi setelah 6 bulan menjalani masa tahanan. Sedangkan untuk koruptor setelah menjalani sepertiga masa tahanannya.

Komentar saya :
Masalah korupsi di Indonesia tidak ada habisnya. Seperti yang kita lihat sekarang, disetiap media massa  pasti ada berita tentang korupsi. Hal ini disebabkan karena hukum di Indonesia kurang tegas dan terlalu ringan. Bahkan ada yang mengatakan hukum di Indonesia bisa di beli, dalam hal ini uanglah yang berkuasa. Siapa yang mampu membayar dengan jumlah besar ke aparat hukum maka dia yang menang. Perlakuan penegakan hukum Indonesia terhadap tersangka kasus korupsi jelas telah berbeda. Kondisi tersebut memberikan kita sebuah gambaran bahwa hukum Indonesia telah ditegakkan secara tidak seimbang.
Kasus seperti harus segera diselesaikan. Agar tidak meresahkan rakyat. Pemerintah Negara dan Komisi Pemberantasan Korupsi seharusnya bersikap adil dalam menangani kasus ini agar tidak ada yang dirugikan. Agar perekonomian Indonesia baik seperti yang diinginkan rakyat Indonesia.

Nama           : Yanita Permata Sari
NPM           : 28210594
Kelas           : 2EB18
Tugas Khusus 1
READ MORE - Tugas Khusus 1
 

beautiful words Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei